Sunday 5 November 2017

Bila Para Guru Jadi Kru  Acara Televisi




APA jadinya, bila para guru yang selama ini mengajar di kelas, menjadi kru acara live di televisi? Tegang dan cemas pastinya. Seperti itulah yang dirasakan 22 orang guru termasuk penulis, yang tengah mengikuti Diklat Keahlian Ganda di P4TK Seni Budaya, Yogyakarta dalam bidang broadcasting radio dan televisi, saat berkesempatan ikut memproduksi acara live Dokter Menyapa di ADI TV, Yogyakarta, Senin (18/9).

Mulai pukul 19.30-20.30, para guru menjalankan peran sebagai program director, floor director, kameraman, soundman, ada pula yang menjadi marcom dan switcherman. Didampingi Chandra Setiawan,  widyaiswara yang merupakan program director ADI TV, para kru ini bekerja sesuai dengan pembagian tugas yang sudah ditentukan setelah sebelumnya menggelar simulasi di kelas dan mengikuti brifing dengan Master Control Room (MCR).
Selanjutnya, masing-masing personil menempati posnya. Suasana hening langsung terasa di studio saat para guru bersiap mengoperasikan alat-alat. Di samping itu,  ada beban berat karena jika acara tidak berjalan sesuai rencana, maka pembimbing akan mendapatkan teguran dari produser acara.
Sebagai informasi, para guru yang belajar broadcasting ini tidak semuanya memiliki latar belakang pendidikan kepenyiaran. Sehingga wajar, jika  menjalankan program acara ini menjadi tugas berat.
Sebelum acara dimulai, para awak siar melakukan doa bersama dan diminta menghargai setiap detik yang berjalan.”Kekompakan dan komunikasi yang jelas antar kru sangat penting dan diperlukan untuk suksesnya program acara,” kata Chandra, sesaat sebelum acara live dimulai.

Dua menit menjelang on air, Chandra mengecek jalur komunikasi antar kru yang ketika setiap posisi disebut, langsung dijawab ”siap” oleh masing-masing personil. Hitungan mundur dalam 20 detik pun dimulai. Pada hitungan ke 10, kami menghitung sama-sama.

Pada detik ke lima, program director memanggil bumperman, switcherman, kameraman, FD dan VT untuk standby. Tiga detik menjelang on air, semua kru menghitung tanpa suara. Tepat pada detik ke satu, program director berseru. “Mulai!” yang direspon bumperman dengan memencet bumper-in, dan switcherman menekan autoswitch dari kamera satu. On air pun berlangsung hingga sesi satu selesai.
Tak terasa, empat sesi berhasil dilalui oleh seluruh awak siar. Ketegangan  pun mencair berganti senyum penuh syukur. Sungguh pengalaman berharga bisa menjadi bagian dari sebuah acara televisi. Ini juga menjadi bekal bagi para guru untuk menularkan ilmu kepada anak didik setelah menjalankan diklat di P4TK Seni Budaya di Yogyakarta.

TRI LESTIYONO, S.Pd

Peserta Diklat Keahlian Ganda Broadcasting di P4TK Seni Budaya Yogyakarta/Pengajar di SMK N 1 Bangil

No comments:

Post a Comment

Membumikan Literasi cara Komunlis Probolinggo PADA  abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan ke...